Sabtu, 19 Agustus 2017

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN : Mendidik Anak nakal "Anak Senang Memukul"

Anak Senang memukul

Dihadapanku, seorang Ibu bercerita begini: Setiap kali marah, anak saya (2,5 tahun) selalu memukul kepalanya atau membanting barang-barang didekatnya. Di lingkungan rumah kami tidak banyak anak sebayanya, sehingga ia selalu saya minta untuk bermain di dalam rumah. Jika saya ajak ke rumah neneknya, ia senang sekali, karena disana banyak anak-anak seusianya. Tetapi kalau bermain ia sering memukul teman-temannya itu. Apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi anak saya itu?
Bagaimana jawaban saya? Mari kita simak bersama!
Sebagai orang tua, anda harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak anda. Kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan. Biasanya, pada usia itu hal tersebut diekspresikan dalam bentuk marah. Ekspresi marah bisa juga akibat menirukan sikap orang dewasa yang terdekat dengannya.
Pola asuh yang mendukung, sangat dibutuhkan pada usia ini, saat anak mulai belajar hal-hal yang baik dan tidak baik. Anak juga mengembangkan konsep diri. Pada tahap permulaan hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkah laku orang-orang yang berarti bagi dirinya, terutama orang tuanya.
Anak seyogianya harus dibiarkan bermain dengan anak-anak sebayanya. Dengan demikian, ia akan belajar bersosialisasi.
Untuk anak anda, karena ia tidak mempunyai banyak teman bermain, sebaiknya andalah yang menjadi teman bermainnya. Jika anda sibuk, anak bisa diberi mainan-mainan yang mendidik, seperti balok-balok yang bisa di bongkar pasang (untuk kreativitas), form board (untuk mengenal bentuk dan ketrampilan motorik halus), atau kotak pasir (untuk mengenal bentuk dan berimajinasi). Untuk melatih ketrampilan motorik kasar, anda bisa bermain lempar dan tangkap bola dengannya. Jika anak kurang mampu melahirkan permainan-permainan yang seharusnya bisa dilakukan oleh anak seusianya, mungkin saja ia menjadi frustasi dan akhirnya marah.


Refrensi :

Musbikin Imam. 2007. Mendidik Anak Nakal. Yogyakarta: Mitrapustaka.

Jumat, 18 Agustus 2017

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN : Mendidik Anak Nakal "Iri Hati Pada Kakak"

1.      Iri Hati Pada Kakak

“Lihat dong, , ,boneka adek lebih bagus dari boneka kakak, bentuknya lebih lucu...” ujar adek (4 Tahun) pada kakaknya, sarah (5 tahun).
“mana coba kakak lihat. Idih..., boneka adek nggak bagus! Liha dong punya kakak, lebih bagus, lebih lucu, warnanya lebih lucu daripada punya adek”. Balas sarah.
“enggak..., pokoknya boneka adek lebih bagus daripada punya kakak!” teriak adek tak mau kalah sambil berlari ke arah Alida, sang Ibu.
“bunda..., kakak nakal sama adek!” aduh adekdiiringi linangan air mata.
“Aihh, kakak, adek.., ada apa sih sayang, kok bertengkar?” tanya Alida pada kedua putrinya.
Sarah menceritakan apa yang baru terjadi. Sementara adek menangis tersedu-sedu sambil merangkul bundanya “oh..., diam-diam adek iri pada kakaknya. Kenapa ya adek kok punya rasa iri seperti itu? Rasanya aku selalu bertindak adil pada mereka. Padahal dulu sewaktu masih kecil, mereka selalu rukun. Kenapa sekarang jadi begini...?” tanya Alida dalam hati.

Ø  Persaingan Antar Saudara
Pertengkaran adik kakak sebenarnya merupakan kejadian yang sering dijumpai hampir diosetiap keluarga yang memiliki anak-anak yang usianya tidak terpaut jauh. Pertengkaran ini kerap terjadi karena rasa persaingan diantara mereka, dan ketegangan antara kakak dan adik dalam suatu keluarga.
Hubungan kakak dan adik bayinya yang tadinya hangat, biasanya mulai ‘mendingin’ ketika si adik bertambah usia. Apalagi bila jarak usia keduanya cukup deka,akan membuat hubungan yang telah dibina selama ini berubah menjadi suatu peersaingan. Masing-masing berusaha lebih unggul dari yang lain. Anak yang lebih muda usianya sering merasa tidak berdaya terutama bila tingkah lakunya selalu diremehkan atau dikritik anak yang lebih tua. Karenanya para adik cenderung selalu berusaha memenangkan persaingan dengan para kakaknya.
Namun demikian, persaingan adik-kakak inimerupakan hal yang lumrah yang sering terjadi dalam kluarga dimana anak-anak brsaing untuk mndapatkan perhatian orang tua. Hal ini tidak akan menjadi suatu yang merusak apabila ditangani orang tua secara bijaksana, seperti diungkapkan Prof. Alan Hayes, Psikolog perkmbangan dan profesor dari Early childhood Studies di The Institude of Early  Childhood, Macquarie University di Sidney. “persaingan adik dan kakak ini merupakan suatu mekanisme belajar anak dalam menangani atau menghadapi suatu konflik,” tambah Hayes.

Ø  Hadapi dengan Sikap Positif
Sebenarnya anda tidak perlu khawatir melihat tingkah adik yang selalu tak mau kalah dengan kakaknya. Selama anda bersikap adil dan tidak pilih kasihdalam menghadapi tingkah mereka, situasi persaingan dalam keadaaan aman, bahkan keadaan ini dapat melatih mereka menghadapi konflik. Seperti diungkapkan Hayes bahwa penting bagi orang tua untuk bersikap dan bertingkah laku positifdalam menyelesaikan suatu konflik yang terjadi. Hayes menambahkan bahwa persaingan adik-kakak ini dapat dijadikan suatu ajang latihan untuk menumbuhkan kepekaan anak terhadap perbedaan-perbedaan antar individu.
“Anda dapat menjelaskan pada anak-anak Anda bahwa diantara mereka terdapat berbagai perbedaan. Katakan pada sang kakak bahwa adiknya tidak bisa mengerjakan sgala sesuatunya dengan baik seperti dirinya. Kemudian jlaskan pula pada sang adik bahwa kita semua memiliki keterbatasan dalam meraih suatu prestasi,” papar Hayes.

Karena itu Hayes mengingatkan agar para orang tua  selalu bersikap positif dalam menghadapi situasi persaingan adik-kakak dan mencegah timbulnya perkataan ataupun sikap negatif yang dapat memperuncing pertengkaran yang terjadi karena situasi persaingan adik-kakak ini.


Refrensi :
Musbikin Imam. 2007. Mendidik Anak Nakal. Yogyakarta: Mitrapustaka.

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN : Mendidik Anak Nakal "Si Kecil yang Bandel"

Si Kecil yang Bandel
Sebagai orang tua, tentu anda senang, kalai dipuji Bahwa Anda berhasil mendidik si kecil dengan baik. Apalagi jika pujian itu langsung dilayangkan sebagai respons atas tingkah laku si kecil yang manis. Namun, seringkali yang terjadi justru sebaliknya,. Ketika si Kecil diajak berpergian kerumah kerabat atau ke tempat umum, dia bertingkah, sulit diatur, dan lepas kendali.
            Kalu sudah begini, tak urung timbul rasa kesal, malu, dan kecwa. Jangankan mencoba memhminya, perasaan ersebut menjadi alasan kua yang mendorong kita menghukum si kecil. Padahal, bukan maksud si kecil mempermalukan kita!

v  Ledakan Emosi

Ketika si kecil mencapai usianya yang ke-2, dia mulai menunjukan keinginan untuk mandiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kegiatan yang sudah dapat dilakukannya sendiri; seperti bermain tanpa ditemani, makansendiri, mencuci tangan dan meletakkan benda-benda yang telah digunakan ketempatnya semula. Namun disisi lain, si kecil sebenarnya belum siap menghadapi dunia i ni sendirian. Ia tidak siap diperlakukan sebagai ‘anak besar’. Dia masih membutuhkan rasa aman, perhatian dan selalu ingin berada dalam perlindungan ayah dan ibu.
            Selain tiu, saat anak brusia 2 tahun, dia memasuki gerbang masa merajuk (tempat tantrum), yaitu masa si kecil menunjukan ledakan emosi yang tidak terkendali. Tak perlu memikirkan berbagai hal besar sebagai penyebab ledakan emosi si kecil ini, karena dia dapat ‘menyala’ hanya karena sebab yang sangat sepele. Masa ini umumnya berlangsung selama enam bulan, dan mereda ketika si kecil berusia 3 tahun. Karenanya, tak heran jikapada masa ini dia berubah menjadi pnuntut dan menjerit-jerit hanya lantaran keinginannya tidak segera dipenuhi.



v  Memenuhi Standar Sosial

Sekalipun kita secara rasional berusaha memahami tingkah laku anak yang tidak terduga, pada kenyataannya tetap saja sulit membendung kekesalan, rasa malu dan kcewa yang timbul lantaran ulah sikecil ini. Apalagi, jika hal itu dilakukan didepan umum.
            Misalnya saja, keika diajak bertemu kerumah kerabat, si kecil melihat tukang es dan meminta dibelikan, padahal saat itu dia sedang batuk. Tntu saja Anda tidak membelikannya. Keinginan yang tidak dipenuhi ini membuat si kecil kecewa dan menjerit keras. Tak urung tingkah si kecil ini mengundang komentar kerabat yang biasa melihatnya berlaku manis. “Kok tumben ya, agak nakal hari ini?”
            Jarang sekali ada orang tua yang dapat menanggapi komentar jenis ini dengan santai. Kalaupun ada yang berusaha tetap tnang, mereka tetap sadar bahwa kejadian itu diperhatikan dengan kritis oleh orang disekitar dan memunculkan penilaian negaife.
            Kalau sudah begini, biasanya harga diri kia sebagai orang tua terusik. Kita sadar si kecil berulah lantaran tidak paham. Tetapi, kita juga merasa tidak nyaman dengan penilaian orang disekeliling kita. Dilema seperti ini tidak jarang membuat kita gusar dan memperlakukan si kecil scara tidak adil.

v  Tunjukkan Kasih Anda
Memang benar , kita tidak selamanya menghadapi ulah si kecil dengan sabar. Semua sangat tergantung pada perasaan dan suasana kita. Tetapi, ketika si kecil berulah, sadarilah bahwa dia sdang menjalani proses perkembangannya, dan tidak paham benar bagaimana mengekspresikannya.
            Sedapat mungkin berpihaklah padanya dengan cara tidak terlalu mempedulikan komentar orang disekeliling Anda. Bujuklah dia dengan lembut, dan beri penjelasan, mengapa anda tidak menuruti keinginannya.
            Jika anda terlanjur memberikan sanksi berupa peringatan bernada keras atau menjentiknya, cairkanlah suasana yang terlanjur ‘suram’ itu. Anda dapat mengatakan padanya mengapa Anda melakukan hal itu, dan anda menysal melakukiannya. Sekalipun si kecil mungkin belum sepenuhnya memahami apa yang anda jelaskan, dia sudah dapat merasakan emosi yang anda ungkapkan.

            Sikap lembut yang anda tunjukan membuat si kecil mengerti bahwa anda kecwa padanya dan dia belajar untuk tidak melakukannya lagi. Cara ini juga membuat dia yakin bahwa anda tetap mengasihinya dalam keadaan seburuk apapun.

Refrensi :
Musbikin Imam. 2007. Mendidik Anak Nakal. Yogyakarta: Mitrapustaka.

Rabu, 16 Agustus 2017

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN : Mendidik Anak "Ketika Anak Anda Mulai Membangkang"

Disuatu halaman rumah seorang Ibu berteriak-teriak minta agar anaknya yang sedang bermain menyudahi permainannya dan pergi mandi. Berulang-ulang ibu tersebut menyuruh anaknya,tapi si anak masik saja asyik dengan gundukan-gundukan tanah yang menyerupai gunung.
"Hasaaan.., dengar, kalau masih membangkang kIbu jewer kamu nanti" terdengar suara lantang Ibunya.

Dan akhirnya si Ibu pun menyeret anaknya yang meraung-raung masuk kedalam rumah. Hasan berusia 3 tahun kurang 1 bulan. sebetulnya ia anak yang cerdas, lincah dan lucu. setiap hari kerjaannya cuma membadut. pernah pada suatu ayahnya terpingkal-pingkal sampai kaca matanya jatuh. namun belakangan ini orang uanya dibuat jengkel oleh tingkah laku  hasan, terutama Ibunya. Menurut Ibunya, Hasan sekarang bukan lagi Hasan yang dulu, yang manis dan penurut. Hasan sekarang sudah besar, sudah berani menentang orangtuanya. Ia tak pernah lagi mau mengambil sandal atau mengambilkan koran untuk ayahnya. Dia selalu menntang bila disuruh. Padahal dulu? Hasan adalah anak yang manis dan selalu bangga akan kemampuan dapat mmbantu orangtuanya.
Ibu Hasan sangat gelisah melihat perubahan tingkah anaknya ini.


  • APA SEBABNYA IA SUKA MENNTANG ORANG?
Banyak ahli jiwa berpendapat bahwa  anak yang berusia sekitar 3 tahun suka menntang kehndak orang lain. Hal ini disebabkan pada diri si anak telah mempunyai kemauan. seperti telah ketahui, bahwa perkembangan jiwa pada anak yang bgerusia 2-3 tahun dalam taraf mencoba. Ia seolah-olah mencobakan kemauannya. Tapi karena kurang pengalaman dan ia tak tahu apa yang dikehendaki, maka ia hanya berkehendak melawan kehendak orang lain.


  • SIKAP YANG SALAH

Seprti pada kasus diatas, jlas bahwa si Ibu mengancam anaknya. Anak itu akan dijewer bila tidak mau mandi. Hal ini adalah suatu tindakan yang salah. Banyak Ibu-ibu, bersikap seperti Ibu Hasan, mereka mengancam, menaku-nakuti bahkan sampai memukul. Hal tersebut digunakan agar anaknya mau menuru. Dengan cara tersbut kemungkinan anak itu mau menurui juga kehendaknya (dalam dirinya), melainkan dari luar karena paksaan, takut dan sebagainya, sehingga perbuatan itu lahir dengan motif lain. Jadi perbuatan itu tidak semurni  yang diharapkan. Tak terasa kita telah merintis anak pengecut. Hal diatas sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa anak nantinya. Anda dapat membayangkan sendiri bagaimana  bila seekor anak burung yang berkemauan untuk terbang seperti yang dilakukan oleh induknya, tetapi sekonyong-konyong ia jatuh dari sarangnya lalu datanglah anak kecil yang usil, dan dengan gembira hati anak kecil itu mencabuti bulu-bulu anak burung tersebut.

Akibatnya anak burung itu tidak bisa mengembangkan sayap dan kemampuannya. Bila hati ini dilakukan terus-mnerus, anda dapat membayangkan sendiri! Demikian juga perkembangan jiwa manusia. Anak tersebut kalau sudah besar akan jadi orang yang berpredikat "yesmen". Ia, selalu saja setuju dengan pendapat orang lain. Tak punya inisiatif sendiri, dalam pekerjaan tak maubekerja kalau tidak diperintah, takut salah, bahkan anak yang ditakut-takuti hanya agar mau menurut akan menjadi pengecut  dan betul-betul seorang penakut. Ini berarti merusak jiwa.


  • BAGAIMANA SEHARUSNYA SIKAP KITA?
Bila berhadapan dengan anak pembangkang kita dituntut untuk bersikap tenang dan wajar. Jangan sekali-kali bersikap keras mendikte. Berilah dia kepercayaan dan tanggung jawab agar ia merasa percaya pada dirinya. Sebab orang yang mengalami masa perkembangan jiwa merasa ragu-ragu dan gelisah. Pada kasus diatas sebaiknya si ibu jangan mengancam atau marah. Dengan tegas dan tenang misalnya : "Hasan Teruskan engkau bermain ibu kasih kesempatan sebentar tapi sesudah itu sebaiknya engkau mandi dulu."
Dengan begitu si anak tidak merasa terganggu permainannya dan kesenangannya. Bukankah semua manusia juga tidak mau diganggu? Dan sekaligus si anak belajar bertanggung jawab. Dia merasa bahwa masih ada pekerjaan lain yang cukup menyenangkan yakni mandi. Maka lepaslah pertentangan itu. Ibu bahagia anak piun senang.
Demikian, semoga bermanfaat! Amin Allahumma amin